Jakarta – Pasukan Israel dan milisi di Palestina, Hamas, berperang sejak 7 Oktober hingga sekarang. Imbas pertempuran ini, puluhan ribu orang dari dua negara itu tewas.
Komunitas dan organisasi internasional ramai-ramai menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin. Namun, seruan tersebut belum terlaksana hingga saat ini.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga berulang kali mengingatkan soal bencana kemanusiaan jika perang terus berlanjut.
Israel tak hanya menggempur Gaza, tetapi mereka juga menyerang Tepi Barat. Imbas serangan itu, 152 orang tewas.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina juga menyatakan korban luka imbas perang ini mencapai 25.408.
Sementara itu, korban tewas akibat serangan Hamas ke Israel lebih dari 1.400 jiwa.
Sebanyak 1,5 juta orang mengungsi
PBB menyatakan bahwa lebih dari 1,5 juta orang, atau lebih dari separuh populasi Gaza, telah mengungsi.
Banyak RS kolaps
Hanya 19 rumah sakit di Gaza yang saat ini masih beroperasi. Sekitar 16 RS lainnya terpaksa menghentikan operasi karena jumlah orang yang meningkat dan kehabisan bahan bakar.
Sejumlah rumah sakit seperti Al Awda dan Al Quds juga dilaporkan bisa berhenti operasi karena kehabisan bahan bakar.
Bahan bakar minyak (BBM) tak bisa memasuki Gaza lantaran Israel memblokade total wilayah itu. Mereka juga takut BBM ini akan disalahgunakan Hamas.
Milisi di wilayah lain serang Israel
Milisi yang berbasis di Yaman, Houthi, mengklaim bahwa mereka meluncurkan drone baru yang menargetkan wilayah Israel, demikian dikutip Al Jazeera, Selasa.
Anggota Houthi juga menyatakan target drone itu “spesifik dan sensitif.” Namun, dia tak menyebut lokasi pasti sasaran milisi ini.
Houthi telah meluncurkan rudal dan drone ke Israel selama perang pasukan Zionis dan Hamas pecah.
Tak hanya Houthi, milisi di Lebanon selatan Hizbullah juga melancarkan serangan ke Israel.
Hizbullah menyatakan ingin membantu dan memenangkan Hamas di pertempuran kali ini.
DK PBB gagal keluarkan resolusi
Dewan Keamanan PBB, yang salah satu tugasnya menjaga perdamaian dunia, panen kritik usai gagal mengeluarkan pernyataan bersama atau resolusi terkait perang Hamas-Israel.
Sejumlah negara seperti Brasil, Rusia, dan Amerika Serikat sempat mengajukan draf resolusi untuk menyelesaikan masalah di Gaza.
Draf resolusi AS berisi cara mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza. Mereka juga mencantumkan frasa bahwa Israel berhak membela diri dan mengecam serangan Hamas ke Israel.
PBB lalu menggelar pemungutan suara terhadap resolusi itu. Hasilnya, Uni Emirat Arab memberi suara menolak, 10 anggota lain mendukung, dan Brasil serta Mozambik memilih abstain.
Rusia dan China kemudian memveto resolusi tersebut. Untuk bisa dirilis, resolusi harus mengantongi persetujuan setidaknya sembilan dari 15 anggota DK PBB dan tanpa ada anggota yang veto.
Rusia juga sempat mengajukan resolusi untuk menyelesaikan konflik antara Israel dan Hamas.
Mereka mengusulkan draf resolusi singkat berisi gencatan senjata segera, pembebasan sandera, dan pemberian bantuan kemanusiaan.
Namun hanya lima dari 15 negara anggota DK PBB yang setuju. Empat negara lain yakni Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Jepang menolak. Sementara enam negara abstain yakni Albania, Brasil, Ekuador, Ghana, Malta, dan Swiss.
Banyak komunitas dan organisasi internasional lain yang murka dengan DK PBB. Beberapa di antara mereka mengkritik unit itu gagal menjalankan fungsi dan lebih mengutamakan kepentingan politik.
Sidang Majelis Umum PBB keluarkan resolusi
Usai DK PBB dianggap tak bisa menjalankan peran mereka, sejumlah pihak termasuk Indonesia menyurati PBB untuk menggelar sesi rapat khusus Sidang Majelis Umum PBB.
PBB kemudian menggelar Sidang Majelis Umum pada 27 Oktober. Mereka juga berhasil mengeluarkan resolusi soal perang Hamas-Israel.
Resolusi itu menuntut semua pihak “segera dan sepenuhnya mematuhi” kewajiban berdasarkan hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional, khususnya berkaitan dengan perlindungan warga dan objek sipil, demikian dikutip situs resmi PBB.
Pada Senin, DK PBB menggelar rapat untuk menindaklanjuti resolusi itu. Resolusi yang dikeluarkan Sidang Majelis Umum PBB tak mengikat dan hanya bersifat moral.
Ratusan massa Israel kepung rumah PM Netanyahu
Warga Israel menggelar demonstrasi dengan berkumpul di luar kediaman resmi Benjamin Netanyahu di Yerusalem pada hari Sabtu (4/11) sambil menyerukan sang perdana menteri untuk mengundurkan diri.
“Bibi adalah seorang pembunuh,” teriak beberapa pengunjuk rasa sambil mengibarkan bendera Israel, seperti dilansir dari kanal YouTube resmi Middle Easy Eye, Minggu (5/11).
Bibi sendiri merupakan nama panggilan dari Benjamin Netanyahu. Benjamin Netanyahu adalah perdana menteri terlama sejak kemerdekaan Israel.
Beberapa pengunjuk rasa berupaya menerobos penghalang yang didirikan di dekat rumah Benjamin Netanyahu, dan sempat bentrok dengan polisi Israel.
Resolusi DK PBB soal gencatan senjata di Gaza kembali mandek gegara AS-Inggris
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) kembali gagal mencapai konsensus terkait rancangan resolusi untuk menghentikan perang di Jalur Gaza, dalam sesi tertutup yang digelar Senin (6/11).
“Belum ada kesepakatan pada saat ini,” kata Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Robert Wood, dikutip CNN.
10 negara anggota tidak tetap DK PBB sebenarnya telah merancang sebuah resolusi soal perang di Gaza. Namun negara anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto, menentang resolusi itu.
Negara-negara Barat khususnya AS dan Inggris menolak memasukkan pelaksanaan gencatan senjata segera dalam resolusi tersebut.
Killas balik serangan 7 Oktober
Pada 7 Oktober, Hamas menyerang Israel dari darat, laut, dan udara.
Israel panen kritik bahkan dari warga negaranya karena dianggap kebobolan dan lalai.
Usai serangan mendadak itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendeklarasikan perang dan bersumpah akan menyerang secara besar-besaran.
Dua hari setelahnya, Israel memblokade total Jalur Gaza dan melarang bantuan kemanusiaan masuk. Kini, bantuan bisa masuk tetapi dengan jumlah yang sangat terbatas.
Israel juga masih melarang BBM masuk ke Gaza padahal rumah sakit perlu bahan bakar untuk menyalakan generator dan membuatnya tetap beroperasi.
Kemudian pada 27 Oktober, Israel melancarkan invasi darat ke Jalur Gaza setelah meminta warga di wilayah itu pindah secara paksa.
Israel juga enggan menolak gencatan senjata sebelum para tahanan yang disebut disandera Hamas dibebaskan. AS, selaku sekutu dekat Israel, juga menyatakan hal serupa.
Washington khawatir gencatan senjata justru menguntungkan Hamas dan membuat mereka bisa menyerang kembali Israel. (CNNINdonesia)